Labels

Minggu, 02 Juni 2013

Mengumbar Aurat & Kerusakan Masyarakat

Setiap hari, media-media dijejali dengan berita-berita pelecehan seksual, penculikan, perkosaan, bahkan ada diantaranya berujung pembunuhan terhadap wanita. Seperti tak ada habisnya. Ini adalah kerusakan parah dalam masyarakat. Sebagai seorang muslim maka kita tentu akan melihat persoalan ini dari sisi pandangan Islam, apa penyebabnya dan apa solusinya?
Sebuah aksioma yang harus diyakini oleh orang beriman bahwa ketika hukum-hukum Allah dijalankan dengan benar di tengah masyarakat sebagai wujud ketakwaan mereka maka akan memberikan dampak yang baik bagi kehidupan dunia terlebih kehidupan akhirat. Sebaliknya ketika hukum-hukum Allah diabaikan maka kerusakan demi kerusakan akan terjadi di tengah masyarakat tersebut.

Sebagaimana firman Allah Ta'ala (yang artinya): “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al-A'raf: 96)
Dalam surah an-Nisaa' Allah Ta'ala berfirman (yang artinya): 
“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri...” (QS. An-Nisaa': 79)
Mengumbar aurat, awal kerusakan.
Fenomena wanita tidak berjilbab, terbuka dan menampakan aurat kepada laki-laki adalah fitnah yang sudah menjadi hal biasa di sebagian kaum muslimin. Dan tentu saja itu adalah kemungkaran yang sangat besar dan kemaksiatan yang amat jelas, dan merupakan faktor terbesar bagi datangnya azab. Menampakan aurat dapat menimbulkan perbuatan keji, kriminal, hilangnya rasa malu dan menyebarnya kerusakan.
Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam al-Qur'an telah memerintahkan para wanita agar berjilbab dan berdiam diri di rumah, serta menjauhi dari dari perbuatan mempertontonkan aurat atau melemah lembutkan suara dalam berkata kepada pria, agar terhindar dari kerusakan dan fitnah.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman (yang artinya):
“Wahai istri-istri nabi! Kamu tidak seperti perempuan-perempuan yang lain, jika kamu bertaqwa, maka janganlah kamu tunduk (melemah lembutkan suara) dalam berbicara sehingga bangkit nafsu orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik.
Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan (bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliyah dahulu, dan laksanakanlah salat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasulnya. Sesungguhnya Allah bermaksud menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlulbait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.“ (QS: Al-Ahzab: 32-33)
Dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta'ala melarang istri-istri nabi yang mulia (para ummahaatul mukminin) –dan mereka adalah sebaik-baik wanita dan paling suci- dari melemah-lembutkan suara dalam berbicara kepada kaum pria, agar orang-orang yang dalam hatinya ada penyakit syahwat tidak berhasrat kepada mereka, dan mengira bahwa mereka juga punya hasrat yang sama denganya. Allah memerintahkan mereka agar berdiam diri di rumah serta melarang mereka mempertontonkan aurat sebagaimana prilaku jahiliah berupa menampakan perhiasan dan keindahan seperti kepala dan wajah, leher, dada, lengan, betis serta perhiasan lainya, karena dapat menimbulkan bencana kerusakan dan fitnah yang besar serta menggerakan hati kaum pria untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat mendekatkan kepada zina. Jika Allah Subhanahu wa Ta'ala memperingatkan kepada ummahaatul mukminin (istri-istri nabi shallallahu 'alaihi wa sallam) dari kemungkaran tersebut, padahal mereka adalah wanita-wanita salehah yang beriman dan senantiasa menjaga kehormatan dan kesucian mereka, maka yang selain mereka lebih utama untuk menerima peringatan dan lebih dikhawatirkan akan terjerumus ke dalam fitnah. 
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman (yang artinya):
“Wahai Nabi! Katakan kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri orang-orang mukmin,“ hendaklah mereka menutupkan hijabnya ke seluruh tubuh mereka,“ yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah maha pengampun maha penyayang“. (QS: AL-Ahzab: 59). 
Al-jalaabib: jamak dari jilbab, ia adalah sesuatu yang yang dikenakan perempuan untuk menutupi kepala dan badannya melapisi pakaiannya agar terhijab dan tertutup auratnya. Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan para wanita orang-orang mukmin agar menutupkan jilbab-jilbab mereka pada sisi-sisi keindahan mereka seperti rambut, wajah dll, agar dikenal iffah (menjaga kesucian) sehingga dirinya terhindar dari fitnah dan orang lainpun tidak tergoda untuk mengganggunya. 
Diantara kerusakan terbesar adalah prilaku kebanyakan wanita yang menyerupai wanita-wanita kafir dari kalangan nasrani dan yang lainnya dalam berpakaian minim, memamerkan rambut dan perhiasan, menyisir rambut dengan gaya orang-orang kafir dan fasik.
 Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Barang siapa menyerupai suatu kaum maka ia bagian dari mereka.”, dan kita tahu prilaku tasyabbuh dan pakaian minim yang menjadikan wanita mirip telanjang dapat menimbulkan kerusakan dan fitnah, tipisnya agama dan hilangnya rasa malu. 
Hal seperti itu harusnya diwaspadai oleh orang tua, suami atau wali-wali wanita tersebut. Mereka harus mencegah wanita dari prilaku demikian dan hendaklah bersikap keras terhadapnya, karena akibatnya sangat buruk, kerusakannya amat besar dan tidak boleh diremehkan khususnya terhadap anak-anak gadis, karena membiarkan mereka dalam situasi seperti itu akan menjadikan mereka terbiasa dengannya dan tidak suka kecuali dengan itu ketika besar, sehingga akan terjadi kerusakan dan fitnah yang menakutkan yang banyak terjadi terhadap wanita-wanita dewasa.
Menjadi kewajiban para orang tua, suami dan wali dari seorang wanita untuk membimbing mereka, mencegah mereka dari berbuat sesuatu yang diharamkan Allah, seperti membuka aurat, menampakkan perhiasan dan bertasyabbuh (menyerupai) orang-orang kafir dan perilaku munkar lainnya. Diam melihat kemungkaran-kemungkaran tersebut adalah bentuk partisipasi dalam melakukan dosa yang sama, dan mengundang murka Allah serta azabnya, semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala memelihara kita dari keburukan semua itu.
Bahaya khalwat (berdua-duaan)
Diantara sebab-sebab kerusakan lainnya adalah berkhalwatnya laki-laki dengan wanita, bepergian dengan mereka tanpa mahram, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
“Tidak boleh seorang wanita bepergian kecuali beersama mahramnya, dan tidak boleh seorang laki-laki berkhalwat bersama seorang perempuan kecuali bersama mahramnya“, dan bersabda,“Janganlah seorang laki-laki berkhalwat dengan seorang perempuan, karena yang ketiga adalah setan“, dan bersabda,“Tidak boleh seorang laki-laki menginap di tempat seorang perempuan kecuali jika ia suaminya atau mahramnya“. (HR: Muslim)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah mewanti-wanti akan fitnah wanita dalam sabdanya:
“Tidak ada fitnah setelahku yang lebih berbahaya bagi laki-laki selain wanita,” dan bersabda, “Dunia itu manis dan hijau, dan sesungguhnya Allah menjadikan kalian khalifah di dalamnya, lalu Dia melihat apa yang kalian perbuat, maka jauhilah dunia dan jauhilah wanita, karena fitnah pertama yang menimpa bani israil adalah wanita“, dan beliau bersabda, “bisa jadi wanita berpakaian di dunia akan telanjang di akhirat“, dan bersabda,“Dua golongan ahli neraka yang tidak akan aku lihat; wanita berpakaian tapi telanjang, menyeleweng dari kebenaran dan kesucian diri, condong kepada perbuatan keji dan batil, kepala mereka bagaikan punuk (unta) yang condong (ia perbesar dengan lipatan kerudung/rambut), mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, dan laki- laki yang memukuli manusia dengan pecut seperti ekor sapi di tanganya“. Ini adalah peringatan keras bagi prilaku menampakan aurat dan memperlihatkan perhiasan, memakai pakaian tipis dan pendek, menyimpang dari kebenaran dan iffah (kesucian diri) serta condong kepada perbuatan keji, juga peringatan keras bagi prilaku mendzalimi manusia dan menginjak-nginjak hak-hak mereka mereka, serta ancaman bagi orang yang berbuat itu dengan diharamkan masuk surga, kita memohon kepada Allah keselamatan dari semua itu. 
Menjaga dan membimbing wanita
Kerusakan-kerusakan yang telah terjadi di masyarakat adalah menjadi kewajiban bersama untuk memperbaikinya. Kewajiban penguasa, pemimpin, hakim dan ulama lebih besar dari kewajiban selain mereka dalam hal ini, dan bahaya yang mengitari mereka lebih besar, dan fitnah akibat diamnya mereka dalam mengingkari kemunkaran juga besar. Tapi mengingkari kemungkaran bukan tugas mereka saja, tetapi itu adalah tugas seluruh kaum muslimin. 
Terlebih dalam keluarga kita, wanita-wanita yang menjadi tanggungan kita adalah kewajiban bagi kita untuk membimbingnya. Tentu kita akan dimintai pertanggung-jawaban akan mereka. 
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda  “Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya, seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya dan seorang laki-laki adalah pemimpin dlm keluarga dan akan dimintai tanggungjawab atas kepemimpinannya, dan wanita adalah penanggung jawab terhadap rumah suaminya dan akan dimintai tanggungjawabnya serta pembantu adalah penanggungjawab atas harta benda majikannya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Semoga Allah menghilangkan kerusakan dan memenangkan kebenaran, memberikan taufiknya kepada seluruh umat Islam untuk mencapai kemaslahatan hamba dan Negara dalam hidup di dunia maupun di akhirat.[]

0 komentar:

Posting Komentar